Sejarah Singkat Pesantren Al-Ihsan
Hai,,,hai,,,,santriawan N santriawati Al-ihsan tercinta,,
By the way, anyway, busway
dah pada tau lum sejarah berdirinya Al-Ihsan? bagaimana sejarahnya
hingga dapat menjadi pesantren yang besar N populer??? Masih belum tau
juga? Pokoknya buat kamu yang ngaku santri malu donk ga tau
sejarahnya,,pengen tau??yuk kita simak ceritanya…Yukkk,,yakkk,,yukk,,
Kapungkur, di Cibiru Hilir terdapat seorang pria yang bernama K. H. Sulaiman Abdul Majid. Beliau itu tokoh masyarakat yang kaya lho, tapi
yang lebih menakjubkan itu tidak hanya itu, pria yang memiliki seorang
pendamping yang bernama “Siti Khadijah” itu baik hati dan sering
membantu kaum-kaum dhuafa, akan tetapi kecintaannya terhadap ilmupun membuat sosok laki-laki yang dikenal dengan sebutan Mama Ule itu
banyak menyekolahkan remaja-remaja desa Cibiru Hilir ke berbagai
pesantren. Karena kecintaannya terhadap ilmu juga, sosok lelaki yang
selalu menebarkan kebaikan dilingkungannya ini memiliki keinginan yang
besar untuk membangun sebuah pesantren selain dengan cara menyekolahkan
para remaja desa Cibiru Hilir beliau juga menikahkan anak-anaknya dengan
para santri berprestasi yang berasal dari pesantren Al-Jawami, sehingga
pada akhirnya niat dan kerja keras beliau menghasilkan sebuah madrasah
yang kemudian di beri nama As-Shibyan yang dikelola langsung oleh Mama
ule beserta ketiga menentunya K. A. Ruhiat, H. Mukhtar, H. Muhyidin dan
seorang putra dari desa Cibiru Hilir
Mama
ule meninggal dunia pada tahun 1995, bertepatan pada pemilu pertama
yang dilakukan negara Republik Indonesia. Akhirnya pengelolaan madrasah
diteruskan oleh ke tiga menantunya dan seorang putra Cibiru Hilir hingga
pada 1963, K.H. O.Z. Muttaqin yang juga merupakan menantu dari putri
bungsu Mama Ule, ikut bermukim dan mengembangkan madrasah Ash-Shibyan di
Cibiru Hilir.
Seiring
berjalannya waktu, K.H. O.Z. Muttaqin yang ternyata merupakan pilar
penyangga madrasah As-shibyan bersama-sama dengan para pengelola
pesantren yang lain mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas
sehingga anak-anak dari masyarakat sekitar di masukkan ke pesantren
As-shibyan, meskipun ada sedikit kekecewaan karena tempat untuk bermukim
para santri belum tersedia, sampai terkadang jika para remaja sekitar
ingin belajar dengan K.H. O.Z. Muttaqin, dan K.A. Ruhiat merelakan untuk
kos atau bahkan tinggal di masjid di sekitar madrasah As-Shibyan agar
mereka dapat belajar pada malam hari atau pun dirumah langsung bersama
dengan dua orang menantu Mama Ule tersebut.
Merasa
tidak nyaman dengan keadaan tersebut, dengan bekal yang kuat K.H. O.Z.
Muttaqin akhirnya sosok yang dikenal sangat berwibawa dan telah
dikaruniai enam orang anak tersebut bias mendirikan pesantren pada tahun
1993 dengan peletakan batu pertama oleh Bapak Camat kecamatan Cileunyi
yang diberi nama Muhammad Toha.
Pembangunan
pesantren berjalan dengan lancar akan tetapi tidak secepat yang
diharapkan, mengingat dana yang diperlukan cukup besar. Hingga ketika
K.H. O.Z. Muttaqin Wafat, H. Tantan Taqiyudin, Lc yang merupakan anak
sulungnya meneruskan pembangunan dengan cara membuat proposal yang
ditunjukan ke berbagai lembaga yang ada di dalam ataupun luar negeri
seperti kedutaan Brunei Darussalam, Kuwait dan lain-lain dalam rangka
mewujudkan cita-cita suci Mama ule yakni membangun pesantren. Harapan
tidak hanya sekedar harapan, karena pada akhirnya kerja keras yang
dilakukan membuahkan hasil.
Sekitar
tahun 1994, H. Tantan Taqiyudin, bertemu dengan Drs. Ukman Sutaryan.
Beliau pun membicarakan tentang pembangunan pesantren Muhammad Toha
tersebut Hingga akhirnya Drs. Ukman Sutaryan menawarkan agar pesantren
Muhammad Toha berkerja sama dengan Yayasan Al-ihsan yang ia kelola dan
diganti namanya menjadi pesantren Al-Ihsan.
Setelah
bekerjasama dengan Yayasan Al-ihsan akhirnya pesantren Muhammad Toha
yang kini dikenal dengan pesantren Al-Ihsan dapat lancar dalam hal
pembangunannya, hingga saat ini pesantren Al-Ihsan berkembang dengan
sangat pesat dengan delapan asrama baik putra maupun putri.
Semakin
berkembangnya pesantren Al-Ihsan tidak menyebabkan pendidikan di
dalamnya memudar akan tetapi pengajian rutinitas santri tetap
dilaksanakan dalam upaya membentuk santri yang intelektual.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar