Andi Hidayat: Pelaksanaan Kufu dalam Perkawinan di Pondok Pesantren Al-Ihsan Cibiru Hilir Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.
Skripsi (Abstrak):
Seiring dengan berkembangnya peran pendidikan di zaman modern, dunia
pesantren sebagai lembaga yang sudah lama berdiri di tengah-tengah
masyarakat, tentunya memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
berkembangnya ilmu pengetahuan. Sebagai pimpinan yang berpengaruh
dilingkungannya KH. Tantan Taqiyudin, memberikan fatwa terhadap
santrinya tentang suatu pemahaman akan sebuah tradisi di Pondok
Pesantren. Dalam hal ini, kufu atau kesetaraan dalam perkawinan
dijadikan sebagai tradisi Pesantren, ini menjadikan langkah awal dalam
persiapan pra perkawinan yang hendak dilakukan.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang bagaimana
konsep kufu dalam perkawinan menurut tradisi di Pondok Pesantren, serta
mengetahui implikasi kufu sebagai tradisi Pesantren terhadap pemahan
santri, kemudian untuk megetahui aplikasi kufu dalam perkawinan di
pondok Pesantren.
Metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini menggunakan metode
studi kasus yang mendeskripsikan suatu satuan analisis yang utuh,
sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. Dalam hal ini menguraikan
tentang peran seorang tokoh yang mengeluarkan kebijakan khusus terhadap
santrinya, yaitu sebuah konsep kufu sebagai tradisi di Pondok Pesantren
Al-Ihsan Cibiru Hilir Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.
Kufu dalam perkawinan menurut tradisi di Pondok pesantren Al-Ihsan
adalah kesamaan atau kesetaraan suami dan isteri, dalam hal ini tentunya
antara santri puteri dengan santri putera yang ada di lingkungan pondok
Pesantren Al-Ihsan. Maksud sama disini yaitu sama dalam hal keagamaan,
pola pikir, kesamaan kebiasaan, sifat masig-masing, dan kesetaraan dalam
tingkat sosial ekonomi. Dasar Hukum yang digunakan yaitu Al-Quran Surat
Al-Hujurat Ayat 13, yang maksud dari ayat itu keagamaan dan ketakwaan
lah yang menjadi tolak ukur utama dalam menentukan seseorang setara/kufu
atau tidaknya, selain hal lain yang menjadi penunjangnya.
Dalam hal ini, santri memahami akan anjuran seorang yang berpengaruh
di lingkungan pondok Pesantren sebagai stimulan positif yang mereka
terima. Mereka meyakini fatwa ini merupakan sunnah atau tradisi di
Pondok Pesantren, tentunya maksud dari tradisi ini agar santri tidak
mendapat kesenjangan terlalu jauh, yang akhirnya mendukung kebahagiaan
rumah tangga.
Pada prakteknya, penerapan kufu dalam perkawinan yang terjadi di
Pondok Pesantren Al-Ihsan berawal dari perkenalan/ taaruf kemudian dalam
istilah perkawinan Islam dikenal dengan khitbah. Konsepnya kembali
kepada ajaran Islam, yakni ajaran Al-Quran dan As-sunnah. Dalam
prakteknya, penerapan kufu yang diberlakukan khusus kepada santrinya ini
diawali dari pemahaman dan doktrin yang diberikan oleh pimpinan Pondok
Pesantren kepada santrinya melalui media pendidikan (pengajian), dan
pertemuan-pertemuan lain di lingkungan Pondok Pesantren
Tidak ada komentar:
Posting Komentar